Kepada segenap pembaca Blog ACI, kami informasikan bahwa acara "Ramadhan Special dari & untuk Anak Special" yg rencananya akan diselenggarakan pada 31/08 karena satu & lain hal, acara ditunda pelaksanaannya sampai batas waktu yang tidak ditetukan. Demikian harap maklum adanya

Senin, 10 Mei 2010

Pendidikan Untuk Semua Anak

Anak adalah pencitraan masa depan kita semua. Jika mereka tumbuh dan berkembang dengan baik, tentu saja masa depannya akan lebih menjanjikan dan begitu juga sebaliknya. Untuk mengejar kemandirian mereka harus sekolah, walaupun pendidikan tingkat dasar dan menengah sudah gratis, namun bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) kesempatan tersebut adalah pengecualian, karena banyak sekolah tidak bersedia menerima ABK. Kenyataannya ABK-lah yang butuh perhatian lebih dibanding anak normal untuk menempa potensinya akibat mengalami gangguan karena Dislexia, Slow Learner, ADHD (atention defisit hiperaktif disorder), ADD (atention difisit disorder), Asperger , Autis dan Down Sindrom dll.
Hadirnya Permendiknas No. 70 Th. 2009 tentang pendidikan inklusi yang menyatakan bahwa penyelengaraan pendidikan di Indonesia memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam suatu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya,ternyata belum terlaksana secara nyata, akibatnya Permen tersebut hanya dijadikan alibi pemerintah bahwa regulasi pendidikan untuk semua sudah diatur dan dijabarkan lewat permendiknas tersebut.

Pendidikan Inklusi secara formal dideklarasikan pada tanggal 11 agustus 2004 di Bandung. Namun Sejak tahun 2001, pemerintah mulai uji coba perintisan sekolah Inklusif seperti di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 12 sekolah didaerah Gunung Kidul dan di Provinsi daerah Khusus Ibukota Jogyakarta dengan 35 sekolah. Walaupun berjalan lambat, hingga Saat ini menurut data Pembina Sekolah Luar Biasa DIKNAS sudah terdapat 818 sekolah inklusi yang menyebar di semua wilayah Indonesia. Tetapi jumlah tersebut masih jauh dari kecukupan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia idealnya di setiap kecamatan dan pedesaan minmal harus ada satu pendidikan inklusi. Sampai saat ini keberadaan pendidikan inklusi masih sebatas di tingkat propinsi dan beberapa di kabupaten/Kota.

Untuk mewujudkan terrealisasinya pendidikan untuk semua, minimal terdapat tiga kriteria yang harus terpenuhi. Pertama; Persepsi bahwa ABK menular harus diluruskan, Kenyataan masih banyak orang tua khawatir jika di waktu sekolah anaknya dicampur dengan ABK anak mereka akan tertular disorder yang dialami ABK. Tentu saja fenomena tersebut tidak benar dan tidak menguntungkan bagi pihak sekolah. Pihak sekolah kawatir jika menyelenggarakan pendidikan inklusi para orang tua akan memindahkan anaknya ke sekolah lain, gara-gara menyelenggarakan pendidikan inklusi. Perlu adanya penyadaran & sosialisasi tentang ABK secara ekstensif dan dengan benar kepada masyarakat luas.
Kedua : Adanya UU No. 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 4 Th. 1997 Tentang Penyandang Cacat, PP No. 72 Th. 1991 tentang PLB dan SE Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 dan terakhir Permendiknas No. 70 Th. 2009 tentang Pendidikan Inklusi yang didalamnya dinyatakan bahwa Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan & setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan mengakomodsi anak-anak cacat bersekolah sesuai tingkatannya belum dapat diimplementasikan secara efektif. kenyataannya instrumen legal ini terbukti tidak dipatuhi, baik oleh masyarakat, kalangan swasta maupun pemerintah sendiri. Harus ada langkah-langkah riil dalam bentuk program pelaksanaan dan mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak?

Ketiga : Minimnya tenaga pendidik untuk ABK. Beberapa sekolah reguler yang ingin menyelenggarakan pendidikan inklusi merasa kesulitan untuk mendapatkan sumber daya manusia terkait penyelenggaraan pendidikan inklusi. Akibatnya perkembangan pendidikan inklusi menjadi terhambat. Pemerintah perlu melakukan pendampingan penyelenggaraan pendidikan inklusi dalam hal mempersipakan tenaga pendidik khusus yang benar-benar memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menangani ABK.
Jika ketiga kendala diatas dapat terselesaikan, saya yakin arah untuk mewujudkan pendidikan untuk semua sudah mulai menemukan titik terang yang pada akhirnya capaian untuk mewujudkan pendidikan untuk semua anak menjadi nyata bukan hanya mimpi belaka.
Sudah seharusnya pendidikan untuk semua. Tidak ada alasan lagi pihak penyelenggara pendidikan umum menolak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang sudah mampu mengikuti kegiatan belajar di kelas reguler. Sudah waktunya penyelenggara pendidikan tingkat dasar dan menengah (SD &SMP) membuka kelas inklusi, tanpa ketakutan kehilangan siswa lagi.

Pemangku kebijakan di Indonesia; Kementerian Pendidikan dan pihak terkait lainnya harus dengan sigap duduk bersama merumuskan solusi masalah tersebut, karena gangguan yang dialami ABK adalah spectrum yang paling cepat pertumbuhannya di dunia dan dalam jangka panjang berakibat sangat fatal bagi penderitanya. Mengabaikan masalah tersebut adalah bentuk ketertinggalan pemerintah yang tidak bisaa dimaklumi.mst

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger