| | | |
|
"Dari penelitian, makin banyak ditemukan adanya gangguan biomedis pada anak-anak autis yang menyebabkan gangguan pada fungsi otaknya. Seperti, morfin yang berasal dari susu sapi (casomorphin) dan dari gandum (gluteomorphin), adanya logam beracun seperti merkuri, timbal hitam, dan arsenik," jelas melly. Selain itu, penelitian menunjukkan penyandang autisme kerap kali memiliki pencernaan yang buruk, metabolisme yang kacau, dan alergi terhadap banyak jenis bahan makanan. Banyak pula yang mengalami peredaran darah dan oksigenasi di otak kurang bagus. Analisis yang digunakan dalam terapi biomedis berguna untuk mengetahui faktor gangguan mana saja yang terdapat dalam tubuh si anak. Bila sudah ditemukan, faktor gangguan tersebut harus dihilangkan atau diminimalkan. Sebagai contoh, bila hasil analisis menyatakan anak alergi susu, pemberian susu harus disetop. Demikian juga bila hasil analisis menyatakan adanya logam berat dalam tubuh si anak maka harus dilakukan upaya menghilangkannya. Dengan perbaikan tersebut, diharapkan fungsi otak akan membaik dan gejala autisme dapat ditekan. Sayangnya, tidak semua analisis dalam terapi biomedis bisa dilakukan di Indonesia. Beberapa analisis harus dilakukan di luar negeri. Selain terapi biomedis, ada pula terapi oksigen hiperbarik yang bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi otak penyandang autisme. Terapi luar Pada kesempatan terpisah, Tri Gunadi, A.Md.OT., S.Psi. dari Pusat Terapi Tumbuh Kembang Anak Yayasan Medical Excercise Therapy (Yamet) mengungkapkan penyandang autisme juga memerlukan terapi luar. Meliputi, terapi wicara, perilaku, okupasi, dan terapi integrasi sensori. "Terapi sensori integrasi menekankan pada kemampuan sensorik, adaptasi, dan regulasi diri untuk memperbaiki emosi dan kontrol diri," ujar Tri di Jakarta beberapa waktu lalu. Sedang terapi perilaku bertujuan memperbaiki perilaku, kontak mata, pemahaman instruksi, menanamkan konsep, dan inisiasi untuk bicara. Sementara itu, terapi okupasi bertujuan meningkatkan atensi, konsentrasi, kemampuan adaptasi, kemandirian, dan persiapan motorik halus. "Selanjutnya terapi wicara untuk membantu kemampuan berkomunikasi," terang Tri. Tri menegaskan orang tua penyandang autisme harus memiliki pola asuh yang jelas, tegas, dan konsisten. Melly menambahkan jumlah penyandang autisme terus meningkat di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Sayangnya sampai saat ini Indonesia belum pernah melakukan survei. "Penyandang autisme tersebar dari Sabang sampai Merauke, sedangkan jumlah dokter yang mempelajari autisme sangat sedikit dan terbatas di kota-kota besar." Terapi autisme membutuhkan biaya yang sangat besar, mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah."Sampai saat ini, bantuan dari pemerintah untuk penanggulangan autisme sama sekali belum ada," kata Melly.
Ref. Media Indonesia |




0 komentar:
Posting Komentar