Kepada segenap pembaca Blog ACI, kami informasikan bahwa acara "Ramadhan Special dari & untuk Anak Special" yg rencananya akan diselenggarakan pada 31/08 karena satu & lain hal, acara ditunda pelaksanaannya sampai batas waktu yang tidak ditetukan. Demikian harap maklum adanya

Kamis, 12 Agustus 2010

Terapis Autis Di Dunia Sangat Minim

Oleh : Pratama
Jakarta, MediaProfesi.com – Minimnya jumlah tenaga terapis yang menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk penyandang autis. Data Autisme Care Indonesia (ACI) dari Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI) menunjukan satu dari seratus anak Indonesia usia 0 – 12 tahun merupakan penyandang autis .
Guna mendukung ketersedian Sumber Daya Manusia (SDM) dan memeberikan pemahaman dalam penanganan penyandang Autis di Indonesia, ACI bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional menyelenggarakan pelatihan National Series Training & Workshop for Special Teacher dengan tema “The Best Technique To the Best Treatment” selama 2 (dua) hari dari 7-8 Agustus, di Jakarta.
Zulfikar Alimudin, Ketua Pembina YCHI mengatakan, data yang didapat dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan pesat jumlah penyandang autis di Indonesia. “Sayangnya, peningkatan jumlah penderita autis di Indonesia tidak serta merta dibarengi dengan ketersediaan tenaga terapis yang professional dengan kualifikasi dan kompetensi yang baik dalam membimbing dan mengajar anak-anak autis,” kata Zulfikar di sela Workshop, Sabtu (7/8).
Lebih lanjut Zulfikar mengatakan, persoalan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Kenyataan tersebut yang lantas membuat mahalnya biaya pengobatan dan terapi bagi ABK di Indonesia.
Dia menggambarkan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh orang tua yang memupunyai anak penyandang autis. Untuk sekali pertemuan selama 90 hingga 120 menit dengan tenaga terapis, masyarakat harus merogoh kocek antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000.
Hal tersebut tentu saja sangat mahal lantaran dalam satu hari, idealnya mereka bertemu terapis tiga sampai empat kali pertemuan. Jika dihitung Rp 100.000 saja misalnya, maka dalam satu hari, dibutuhkan Rp 300.000 sampai Rp 400.00. Biaya tersebut belum termasuk biaya obat-obatan, alat-alat peraga dan biaya perangsang anak.
Berarti dalam satu bulan dengan jumlah pertemuan setiap hari, maka orang tua harus membayar sedikitnya Rp 9 juta tiap bulan. “Pertemuan ini tidak cukup dalam satu atau hitungan bulan, namun penanganan ini dilakukan bertahun-tahun. Coba bayangkan berapa besar biaya yang dikeluarkan,” ujar Zulfikar.
Karena besarnya biaya yang dikeluarkan orang tua, dan penyakit ini menimpa siapa saja, baik golongan atas maupun kelas bawah sekalipun. “Untuk itu, YCHI memberikan pelayanan gratis bagi penyandang ABK,” tegasnya.
Menurut Dirjen, Mandik Dasmen Kementerian Pendidikan Nasional, Suyanto mengatakan, untuk mengatasi permasalahan anak-anak autis peran masyarakat menjadi sangat besar. Pasalnya anak-anak autis tidak bisa serta merta dilayani dengan kurikulum seperti sekolah-sekolah normal.
“Untuk itu sebenarnya dapat diciptakan dari masyarakat, Pemerintah telah menyiapkan sejumlah fasilitas penunjang, seperti buku-buku braile, alat-alat peraga atau laboratorium,” katanya.
Pemerintah tambah Dia, telah melibatkan para siswa-siswa ABK pada kegiatan semisal Olimpiade Sains Nasional dan Festival Lomba Seni Siswa Nasional. Bahkan saat ini telah berdiri sejumlah sentra-sentra ketrampilan di sekolah-sekolah tertentu agar nantinya mereka dapat mandiri. * (Pra/Syam)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger